Senin, 26 Desember 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingka laku individu yang relatif menetap sebagai hasil intraktif dengan lingkungan.Hasil belajar IPA tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pembelajaran IPA disekolah dengan tidak melupakan hakekat IPA itu sendiri.oleh sebab itu pelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa dan cara siswa memperoleh hasil belajar tersebut.dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu hal yang sangat penting dilaksanakan dalam proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa seperti halnya mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP) menyebutkan bahwa salah satu kajian materi yang dipelajari adalah gaya mempengaruhi gerak benda. Dimana KTSP disini IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai: (1). Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bedasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,(3) Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTS.
Di sekolah dasar IPA merupakan ilmu yang mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan (Trianto 2006:100) mendefenisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur berlaku umum (unifersal) dan berupa kumpulan data hasil obserfasi dan eksperimen. Di samping itu pengajaran bidang pendidikan IPA khusunya di SD dapat diartikan sebagai pengajaran yang mengenai konsep kealaman atau pendidikan yang menyentu aspek alam beserta kejadian-kejadian yang ada di lingkungan sekitar.
Merunjuk pada pengertian IPA itu maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: (1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda fenomena dan alam makhluk hidup serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Dimana IPA bersifat Open Enden (2) Proses: Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis rancangan eksperimen atau percobaan evaluasi pengukuran dan penarikan kesimpulan, (3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. (4) Aplikasi: Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA di SD merupakan salah satu program pembelajaran yang bertujuan untuk membina dan meyiapkan peserta didik agar nantinya tanggap dalam menghadapi tantangan yang ada di lingkungannya. Abruscato (Khaerudin 2005: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA di kelas dapat: (1) mengembangkan kognitif siswa (2) mengembangkan efektifitas siswa, (3) mengembangkan psikomotorik serta melatih siswa berpikir kritis dan nantinya siswa dapat menghadapi tantangan hidup yang semakin kompentetif serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mungkin dapat terjadi di lingkungan sekitar.
Di samping itu pembelajaran IPA di SD diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang alam sekitar. Hal tersebut di atas merupakan pembelajaran IPA di sekolah dasar dan diharapkan dapat tercapai sesuai tujuan pembelajaran, namun pada kenyataanya belum sesuai harapan. Hal ini diungkapkan oleh Mususc (Haeruddin 2005 : 40) bahwa dalam kenyataanya sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata.
Rendahnya hasil belajar IPA dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: siswa, guru, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat ,dan lingkungan keluarga. Salah satu masalah yang dihadapi oleh guru IPA dalam kegiatan proses belajar mengajar adalah kurangnya minat dan motivasi siswa untuk memahami IPA secara mendalam. Siswa sering merasa terpaksa untuk mengikuti pelajaran, apalagi jika guru tersebut masih terbiasa menjadikan siswa sebagai pendengar yang baik tanpa melibatkan siswa untuk berfikir dan bekerja secara aktif.
Rendahnya hasil belajar siswa pada pokok bahasan gaya mempengaruhi gerak benda. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran, dimana siswa hanya sebagai pendengar dan pencatat dari apa yang disampaikan guru, dan didiktekan oleh guru di kelas sehingga siswa hanya menghafalkan konsep dan fakta tanpa mengetahui apa dan bagaimana dan untuk apa konsep dan fakta itu dipelajari serta guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya dengan menghubungkannya dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungan sekitarnya.
pada umumnya guru hanya menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran meskipun terkadang guru memberi penugasan kepada siswa tersebut namun hanya sebatas pengisian LKS berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku tes tanpa melibatkan siswa secara langsung dengan kenyataan atau dengan memanfaatkan lingkungannya. Di samping itu guru dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan hanya sebatas pertanyaan ingatan dan pengetahuan saja tidak mengarah kepada pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada pengembangan berfikir anak dengan menghubungkan antara materi gaya mempengaruhi gerak benda yang diajarkan dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungan sekitar siswa.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi hal tersebut dalam upaya meningkatkan hasil belajar pokok bahasan gaya mempengaruhi gerak benda adalah dengan merubah atau memperbaiki model pembelajaran. Model yang dipilih dapat melibatkan siswa secara aktif dan mengaitkan pelajaran gaya mempengaruhi gerak benda dengan dunia nyata dan lingkungan sekitar siswa.
Salah satu komponen yang bisa menjadi fokus perhatian kita adalah guru sebagai unsur utama dalam proses pembelajaran, dapat mengaitkan skema pemahaman yang telah dimiliki oleh siswa, dan siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri pelajaran yang akan dipelajari.

B. Rumusan Masalah Dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas maka penulis menemukan permasalahan yakni apakah penerapan Contextual Teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gaya mempengaruhi
gerak benda siswa kelas IV SD.

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan tambahan pengetahuan kepada guru SD tentang pendekatan CTL sebagai salah satu bentuk inovasi pembelajaran di SD.
2. Memberikan pemahaman kepada guru SD pada khususnya, dan pembaca pada umumnya bahwa pendekatan CTL memiliki teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Untuk Mendorong hasil belajar yang optimal.
4. Meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakekat IPA
Kata IPA biasa diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata Natural Science, Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isisnya. Adapun pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia, Hendrodarmojo (usman samatowa 2006: 3). dalam bukunya mengatakan bahwa hakekat IPA adalah suatu cara atau metode untuk
mengamati alam semesta.
Menurut Abruscato (haeruddin 2005: 15) pembelajaran belajar IPA di kelas dapat: (a) mengembangkan kognitif siswa, (b) mengembangkan afektif siswa (c) mengembangkan psikomotorik siswa (d) mengembangkan kreatifitas siswa dan melatih siswa berfikir kritis. Sedangkan Budi (Usman Samatowa 2006: 6) mengutip beberapa pendapat para ahli dan mengemukakan beberapa rincian hakekat IPA diantaranya : (1) IPA adalah bagunan atau deretan konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sebagai hasil eksperimentasi dan observasi Conan (Usman Samatowa 2006: 7), (2) IPA adalah bagunan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode obserfasi (3) IPA dalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui data yang dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol (4) IPA adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotifasi oleh keingintahuan akan alam di sekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengelolahnya demi memenuhi kebutuhan.
Cari (Triyanto 2007: 97) mengajukan 3 kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu teori di dalam IPA yaitu mampu menjelaskan fenomena yang terjadi melalui pengamatan (observasi), mampu menjelaskan peristiwa yang akan terjadi (prediksi), dapat diuji kebenarannya melalui percobaan-percobaan yang sejenis (ekperimen).
IPA sebagai disiplin ilmu disebut produk IPA karena isinya merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analiti yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk: (a) Fakta IPA. Fakta adalah pertanyaan dan pernyataan tentang benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dibuktikan secara obyektif (b) Konsep IPA. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA yang saling berhubungan (c) Prinsip IPA. adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep IPA Prinsip merupakan sejumlah kumpulan sejumlah besar fakta atau menjelaskan saling keterhubungan sejumlah fakta, (d) Hukum IPA. Hukum IPA adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima kebenarannya yang meskipun sifatnya tentatif tetapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama, (e) Teori IPA Teori IPA sering disebut juga teori ilmiah merupakan kerangka hubungan yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip dan hukum, sehingga merupakan model atau gambaran yang dibuat para ilmuwan yang menjelaskan gejala alam.
a. Hasil Belajar

Menurut Gagne(Dimyanti 2007 : 71) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Belajar menurut pandangan piaget yang berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan, dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi ingtelet semakin berkembang.
Belajar sangat kompleks dengan bermacam-macam kegiatan seperti mendengar, mengingat, membaca, berbuat sesuatu serta menggunakan pengalaman. Dengan penelaan uraian diatas maka dapat dipahami makna kata “ hasil ”dan “ belajar”. Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil dan proses yang mengakibatkan perubahan tingka laku dalam diri individu.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah belajar yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri orang tersebut. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkat hasil belajar dan penguasaan. Untuk mengukur hasil belajar harus sesuai dengan tujuan pencapaian kognitif yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Jika dikaitkan dengan IPA dengan pokok bahasan gaya dapat mempengaruhi gerak benda maka hasil belajar IPA merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah belajar gaya mempengaruhi gerak benda yang ditandai dengan perubahan tingkat hasil belajar penguasaan materi yang telah diajarkan. Hasil belajar tidak pernah akan dihasilkan seseorang tanpa melekukan kegiatan belajar.
Kenyataan menunjukan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik tidak semudah yang dibayangkan tetapi penuh perjuangan dan tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Dengan demikian hasil belajar gaya mempengaruhi gerak benda yang dimaksudkan adalah hasil yang dicapai setelah melakukan kegiatan belajar gaya mempegaruhi gerak benda. Hasil belajar tersebut merupakan percakapan siswa yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes hasil belajar, atau dengan kata lain hasil belajar gaya dapat merubah suatu benda menggambarkan tingkat kemampuan siswa dalam pelajaran gaya dapat merubah suatu benda yang dicerminkan oleh skor yang diperoleh dari tes hasil belajar IPA.
b. Hasil Belajar IPA
Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan didalam proses belajar mengajar tersebut. Oleh sebab itu hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat diefaluasi pada akhir pembejaran. Belajar adalah aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi anak dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan nilai. Jadi hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetakan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingka laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaktif dengan lingkungan. Hasil belajar IPA tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pengajaran IPA disekolah dengan tidak melupakan hakikat IPA itu sendiri. Oleh sebab itu pelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa dan cara siswa memperoleh hasil belajar tersebut.
Hasil belajar IPA di SD hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) Penguasaan produk ilmia atau produk IPA yang mengacu pada seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman tentang IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori. (b) Penguasaan proses ilmiah atau proses IPA mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas keterampilan proses IPA. (c) Hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingka laku yang terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran IPA Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang diperoleh dari tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai mengikuti suatu program pembelajar.

1. Pembelajaran Berbasis CTL (Contekstual Teaching and Learning
a. Pembelajaran Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotifasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dikelas dan menerapkannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat, dan nantinya sebagai tenaga kerja Suiyanto (Wanti Rohani, 2002: 2)
Menurut para ahli pendidikan yaitu (a) Jonson (Kunandar 2007:123) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkanya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya. (b) The Washinton (Kunandar 2007:17) mengartikan pembelajaran kontekstual merupakan pengajaran yang memugkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoaalan yang ada dalam dunia nyata. (c) Center On Education and Word Athi Unifersiti Of Wiskonsin Madison mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotifasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga masyarakat dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual memiliki dua peranan dalam pendidikan yaitu sebagai filsofi pendidikan CTL yang mengansumsikan bahwa peranan pendidikan adalah membantu siswa menemukan makna dalam pendidikan dengan cara-cara menerapkan pengetahuan tersebut didalam dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa memahami mengapa yang mereka pelajari itu penting. Sedangkan sebagai strategi pengajaran dengan CTL memadukan tehnik-tehnik yang membantu siswa menjadi lebih aktif sebagai pembelajar dan reflektif terhadap pengalamanya. Siswono (Wina Sanjaya 2006: 257). Sejalan dengan itu Parnell (Wina Sanjaya 2006: 257) menyatakan bahwa dalam pengajaran kontekstual tugas utama guru adalah memperluas persepsi siswa sehingga makna atau pengertian itu menjadi muda ditangkap dan tujuan pembelajarannya segra dimengerti.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah sebuah pembelajaran yang membantu guru mengaitkan isi materi pembelajaran denagan dunia nyata.
b. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2007: 272) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada:
1) Menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehiduapn mereka.
2) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran
3) CTL mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata, hal ini sangat penting sebab dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
4) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehiduan sehari-hari
c. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual.
Menurut Johnson, (Kunandar, 2007: 274) ada delapan komponen utama dalam siystem pembelajaran kontekstual, yaitu (a) melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections) artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual,orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok,dan orang dapat belajar sambil berbuat. (b) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing signifikant work). Artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku dan sebagai anggota masyarakat. (c) Belajar yang diatur sendiri (self regulated lerning). (d) Bekerja sama (collaborating). Artinya siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan berkomunikasi. (e) Berfikir kritis dan kreatif (critical and creatife thinking). Artinya siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan membuat logika serta bukti-bukti. (f) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the indifidual) Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotifasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. (g) Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “exclence”. (h) Menggunakan perhatian autentik (using authentic assesment). Menurut Nurhadi (Wanti Rohani 2002: 11) karakteristik pembelajara CTL adalah : (1) kerja samah, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan tidak membosankan (4) belajar dengan bergairah (5) pembelajaran terintegrasi (6) menggunakan berbagai sumber (7) siswa aktif (8) sering dengan teman (9) siswa kritis dan guru kreatif (10) lapuran kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal itu yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2006: 114) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu
a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajarn dimulai dengan mempelajaran secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
e. Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jonson (Kunandar 2007: 274 ) ada delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yakni:
(1) melakukan hubungan yang bermakna artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat belajar sambil berbuat. (2) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan siswa membuat hubungan antara sekolah dengan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan yang nyata.(3) belajar yang diatur sendiri (4) siswa bekerjasama guru membantu (5) berfikir kritis dan kreatif (6) mengasuh dan memelihara pribadi siswa (7) mencapai standar yang tinggi, mengidentifikasi tujuan dan memotifasi siswa untuk mencapainya (8) menggunakan penilaian autentik.

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Kontekstual
Ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain (a) adanya kerjasama antara semua pihak (b) menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem (c) bermuarah pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda (d) saling menunjang (e) menyenangkan tidak membosankan (f) siswa kritis guru kreatif.
Menurut Siswando (Wanti Rohani 2002: 12) menyatakan bahwa:
Ciri-ciri pembelajaran kontekstual adalah menekankan pada pemahaman konsep pemecahan masalah, siswa mengalami pembelajaran secara bermakna dan memahami IPA dengan penalaran, dan siswa secara aktif membangun pengetahuan dalam pengalaman dan pengetahuan awal dan banyak ditekankan pada penyelesaian masalah yang rutin.

e. Komponen Utama Pendekatan Kontekstual
Kunandar (2007: 283) ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut:
(1). Kontruktivisme adalah landasan bahwa berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui kontes yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. (2) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan baik dalam membaca dan berbicara apapun materi yang akan diajarkan. (3) Bertanya (Guestioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. (4) Masyarakat belajar. Masyarakat belajar pada dasarnya mengandung pengertian, adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman dan ada kerjasama untuk memecahkan masalah. (5) Pemodelan (modeling) Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. (6) Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang harus dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu, (7) Penilaian yang sebenarnya.

1. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda
Gaya yang diberikan ke sebuah objek atau benda mengakibatkan berbagai perubahan.(Hariyanto 2006:43 Gaya mempengaruhi gerak benda, baik benda yang sedang diam maupun benda yang bergerak. Mobil yang mogok akan bergerak maju jika didorong, meja dan kursi dapat berpindah tempat jika kita tarik. Setelah ditepuk, bola yang tadinya diam jadi bergerak setelah disentil. Tepukan dan sentilan adalah gaya dalam bentuk dorongan. Gaya dapat mengakibatkan benda diam menjadi bergerak.
Dalam kegiatan sehari-hari,banyak sekali contoh gaya mempengaruhi gerak benda yang menyebabkan benda diam menjadi bergerak. Kuda menarik delman. Jika tidak ditarik kuda, delman tetap diam. Tukan bakso mendorong gerobak setelah beberapa saat parkir didepan rumahmu. Kamu membuka pintu pagar dengan cara mendorongnya. Dengan bersemangat,kamu menendang bola di tengah lapangan. Senin pagi, kamu bertugas mengerek (menarik tali) bendera dalam upacara. Apakah gaya selalu dapat mengakibatkan benda diam menjadi bergerak ?
Untuk membuat benda diam menjadi bergerak dibutuhkan besar gaya yang cukup. Jika gaya yang diberikan tidak cukup, benda diam akan tetap diam. Misalnya, seorang anak kecil tidak dapat menggerakkan bus mogok, walaupun ia telah mendorong dengan sekuat tenaga. Bus mogok akan bergerak jika didorong beberapa orang dewasa.
Benda diam dapat digerakkkan jika dikenai besar gaya yang cukup. Misalnya, dinding rumah memag tidak roboh jika didorong oleh lima atau sepuluh orang dewasa. Akan tetapi, dinding rumah akan sangat mudah dirobohkan jika didorong buldoser. Bul doser mampu memberikan gaya yang cukup besar untuk merobohkan tembok. Akan tetapi, jika tembok dibuat dari beton yang sangat tebal, bul doser mungkin tidak mampu juga menggerakkannya.
2. Pembelajaran Gaya Mempengaruhi Gerak Benda Dengan Menggunakan Pendekatan Ctl

Pengertian gaya adalah suatu gaya yang dapat mengakibatkan benda diam menjadi bergerak. Pengetahuan tentang gaya mempengaruhi gerak benda dapat mengembangkan pemahaman anak terhadap dunia sekitar. Dimana gaya mempengaruhi gerak benda yang mengakibatkan berbagai perubahan, gaya juga dapat mempengaruhi benda yang sedang diam, maupun benda yang bergerak. Kemampuan tentang gaya mempengaruhi suatu benda dapat dikenalkan pada anak usia sekolah dasar, asalkan melalui pendekatan yang cocok dengan perkembangan tahap berpikir mereka.
Pada tingkat sekolah dasar, guru hendaknya dapat melibatkan siswa secara aktif untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka.

BAB VI
PENUTUP



A. Kesimpulan.
Berdasarkan rumusan masalah, hasil analisis data dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi gaya mempengaruhi gerak benda, dimana pembelajaran dilaksanakan dalam 5 tahap yaitu (1) orientasi siswa kepada masalah, (2) mengelola pengetahuan awal siswa terhadap masalah, (3) mengorganisasikan serta membimbing penyelidikan individual dan kelompok, (4) menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah, dan (5) mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

B. Saran-saran.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bentuk pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan melaksanakan 5 tahapan pembelajaran kontekstual, dan dilengkapi dengan alat peraga, serta dilengkapi dengan LKS layak dipertimbangkan untuk menjadi bentuk pembelajaran alternatif baik pada mata pelajaran sains maupun pada mata pelajaran lainnya.
2. Bagi guru atau praktisi pendidikan lainnya yang tertarik untuk menerapkan bentuk pembelajaran ini, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memperhatikan dan menelaah kegiatan-kegiatan dalam tahapan pembelajaran kontekstual dengan baik sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
b. Pengaturan waktu yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dipertimbangkan dengan matang agar dapat sesuai dengan waktu yang direncanakan.
c. Guru dalam mengaplikasi pendekatan kontekstual sebaiknya lebih banyak menghubungkan antara materi dengan konteks keseharian siswa dilingkungannya, sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi.
d. Dalam membentuk kelompok-kelompok kecil siswa, sebaiknya pembagian kelompok dibaurkan antara siswa yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan lebih, sehingga kerja kelompok dapat berjalan efektif.
3. Guru perlu menyediakan alat peraga yang konkrit dekat dengan lingkungan keseharian siswa yang sesuai dengan materi.









DAFTAR PUSTAKA.


Depdikbud. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Depdiknas.

Dimyanti. 2007. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Elaine B. Johnson. 2006. Kontextual Teaching Adn Learnig. Bandung: MLC.

Hariyanto. 2006. SAINS Kelas IV SD. Jakarta: Erlangga.

Haeruddin. 2005. Pembelajaran SAINS Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makassar: State Univerty Of Macassar Press.

Herman, Tatang. 2001. Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Kegiatan Kolaborasi Penelitian Tindakan. Jakarta: Japan International Cooperation Agency Directorate General of Higherducation Departement of National Education.

Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Patta Bundu. 2007. Penilaian Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran SAINS SD. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Rana Willis Dahar. 2007. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Kependidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori Dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

Umaedi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Kependidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Usman Samatoa. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan Direktorat Jenderal Kependidikan tinggi.

Wanti Rohani. 2003. Pembelajaran Sistem Persamaan Linear Untuk Pemecahan Masalah Berbasis Kontekstual Di Kelas I SMU Negeri 5 Malang. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

0 komentar:

Posting Komentar